Kamis, 12 Oktober 2017

Defenisi dan sejarah perkemabangan radio

  1. RADIO

Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi (gelombang elektromagnetik). Gelombang ini melintasi dan merambat lewat udara dan bisa juga merambat lewat ruang angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut (seperti molekul udara).
Radio menurut ensiklopedi indonesia yaitu: penyampaian informasi dengan pemanfaatan gelombang elektromagnetik bebas yang memiliki frekuensi kurang dari 300 GHz (panjang gelombang lebih besar dari 1 mm). Sedangkan istilah Siaran Radio berasal dari kata radio broadcast, artinya penyampaian informasi kepada khalayak berupa siaran yang berjalan satu arah dengan memanfaatkan gelombang radio sebagai media.
Sedangkan menurut versi undang-undang penyiaran no 32/2002: kegiatan pemancar luasan siaran melalui sarana pemancaran dan transmisi di darat, laut, atau diantariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara untuk dapat diterima serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengn perangkat penerima siaran, yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.

  Sejarah dan perkembangan Radio di Indonesia

Perkembangan radio secara teknologi bisa dilacak dari penemuan yang dilakukan oleh Gugleimo Marconi pada abad 19 M. Dengan mendasarkan pada gelombang elektromagnetik yang ditemukan oleh Heinrich Hertz, Marconi yang berlatar belakang keluarga kaya di masaya melakukan eksperimen. Eksperimennya sukses dengan ditandai terkirimnya sinyal melewati sisi perbukitan diluar rumah keluarganya di Bologna, Italia (Bittner, 1986:97).
Penemuan selanjutnya yang berperan dalam perkembangan teknologi radio ditemukan oleh J. Ambrose Fleming yang mematenkan dua elemen tabung penerima sinyal yang disebut sebagai Fleming Valve pada tahun 1904. Penemu lain, Lee de Forest mematenkan audio, yang menjadi perangkat standar radio sebelum ditemukannya teknologi transistor (Bittner, 1986:98).
Di Indonesia, radio telah mengudara di Indonesia sejak masa colonial Belanda. Di Kota Solo, Raja Mangkunegara berinisiatif mendirikan stasiun penyiaran radio pertama bernama Solosche Radio Verenigin (SVR) pada tahun 1933. Radio SRV menyiarkan program acaranya dalam Bahasa Jawa, sebuah terobosan mengingat di masa kolonialisme Bahasa Belanda lebih dianggap terhormat oleh kaum kolonialis. Stasiun radio ini dianggap sebagai titik awal penyiaran, sehingga ditetapkan sebagai Hari Penyiaran Nasional.
Selain di Solo, stasiun penyiaran radio juga berdiri di berbagai kota-kota lain, seperti Meyes Omroep Voor Allen (MOVAO) di Medan, Mataram Voor Radio Vereniging yang berdiri di Yogyakarta, Erst Madiun Radio Oemroep di Madiun dan Chinnese en Inhemmse Vereniging Oost Java (CIVRO) yang berdiri di Surabaya. Radio-radio tersebut gayanya masih partikelir atau swasta yang kelangsungan hidupnya tergantung pada iuran anggota perkumpulan maupun dari NIROM sebagai kompensasi me-relay acara seni budaya tradisional. Radio-radio tersebut gayanya masih partikeler atau swasta yang kelangsungan hidupnya tergantung pada iuran anggota perkumpulan maupun dari NIROM sebagai kompensasi me-relay acara seni budaya tradisional. Radio-radio yang programnya berorentasi pada seni budaya daerah ini kemudian pada tahun 1937 mengorganisasi diri dalam suatu wadah yang disebut sebagai Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran atau PPRK. Selain-selain radio ini sebenarnya terdapat pula sejumlah lembaga penyiaran yang menggabungkan diri dalam badan usaha Netherlansche-Indische Radio Omroep Maataschaappij atau yang lebih popular dengan sebutan NIROM. NIROM sendiri sebenarnya adalah bada usaha yang didirikan oleh orang-orang yang kebanyakan dari latar belakang Belanda. Pada tahun 1934 NIROM mendapat lisensi ijin untuk bersiaran atas nama pemerintah Hindia Belanda (Wild dan Carey dalam Darmanto, 2004:4).
NIROM berkedudukan di Jakarta sebagai stasiun pusatnya. Di daerah NIROM memiliki cabang di Surabaya dan Semarang. Selain memiliki stasiun daerah di kedua daerah tersebut, NIROM juga memiliki stasiun relay di solo, Yogyakarta, cepu, malang, sukabumi, Cirebon, bogor, padang. Dalam kegiatan operasional siaranya, NIROM mendapat subsidi dari pemerintah Belanda. Fasilitas yang diberikan pemerintah colonial Belanda berupa pajak radio dan piringan hitam yang berisi music-musik lagu tradisional, NIROM mendapatkannya dari radio yang tergabung dalam PPRK melalui relay. NIROM membayar hak siar pada radio-radio yang tergantung dalam PPRK atau yang dalam istilah waktu itu adalah dengan memberikan subsidi (kempen dakam Darmanto, 2013:4).
Selain radio yang tergabung dalam NIROM dan PPRK juga terdapat juga radio penyiaran jenis lain yaitu VERAL, Van Wingan, Goldberg, Lyusks dan Lindeteves. Veral adalah radio penyiaran yang diusahakan oleh orang asing yang berada di Yogyakarta, sedangkan stasiun penyiaran radio khusus iklan yang diselenggarakan oleh para pedagang dan siaranya diibatasi siang hari selama 1 jam berisikan informasi mengenai jenis-jenis produk yang dijual oleh para pengusaha (Darmanto, 2013:4).
Siaran radio berbahasa belanda berhenti ketika bal tentara Jepang menguasai Indomesia. Kebijakan represif yang diterapkan pemerintah militer Jepang terhadap kolonialisme belanda menyebabkan kultur peninggalan Belanda harus ditinggalkan, termasuk siaran radio berbahasa belanda. Awalnya rakyat Indonesia menerima kedatangan balatentara jepang dengan sukacita. Kampanye propaganda jepang yang menyatakan akan menjadi pembebas Asia melahirkan harapan akan kemerdekaan. Pekik”merdeka” pun mulai banyak berkumandang di masa Belanda dibelengu, mendapatkan kemerdekaanya di awal kedatangan Jepang. Tapi bulan madu ini tidak berlangsung lama. Pada tanggal 20 Maret 1942, pemerintahan balatentara jepang mengeluarkan suatu undang-undang yang membatasi kebebasan rakyat. Tentara jepang membentuk badan sensor yang bertugas melakukan pemeriksaan terhadap film, klise maupun semua barang cetakan. Sensor ini dilakukan dimarkas badan sensor di Riswijk 18 jakarta setiap selasa dan jumat jam 09.00 sampai dengan 12.00. ketentuan mengenai wajib sensor ini kembali ditegaskan melalui maklumat yang dikeluarkan oleh dinas pers balatentara jepang (Hodohan) tanggal 13 Mei 1942 (latief dalan Darmanto, 2013:18).
Di ranah siaran radio, tentara pendukung jepang mengambil sikap sangat keras dengan membubarkan semua organisasi penyiaran yang telah ada sebelumnya, baik PPRK maupun NIROM dan radio siaran lainya. Jepang membentuk suatu jabatan khusus yang mengurusi soal radio bernama Hoso Kanri Kyoku yang berpusat di Jakarta.
Pada masa kemerdekaan, radio berperan besar dalam mengumandangkan berita proklamasi. Melalui siaran radio Hoso Kanri yang sebernarnya masin dikuasi oleh jepang, para penyiar yang berada di jalan merdeka barat berhasil menyelundupkan naskah proklamasi dan membacakan pada jam 19.00 tanggal 17-Agustus-1945. Namun, siaran tersebut hanya terbatas di sekitar jakarta saja. Kejadian ini kemudian melahirkan inisiatif dari pihak teknik (operator) bernama Suardi dan Ismaun, untuk menyalurkan pembacaan teks proklamasi lewat siaran luar negeri yang terletak dibandung, dua penyiar yang berhasil membacakan naskah keluar negeri adalah Yusuf Ronodipuro dan Bactiar Lubis (Efenddy dalam Darmanto, 2013:23). Pemerintah japang yang mengetahui ada siaran di luar kendalali mereka menjadi marah. Semua stasiun radio Hoso Kyoku ditutup, namun para pegawai Hoso Kyoku yang pro akan kemerdekaan tidak kehabisan akal. Mereka berpindah-pindah siaran dengan call stasiun Radio Indonesia Merdeka. Mereka inilah yang berjasa besar melahirkan Radio Republik Indonesia (RRI). Dengan kemampuannya di bidang penyiaran radio, para pegawai Hoso Kyoku yang pro kemerdekaan berjasa besar dalam usaha naskah proklamasi tersiarkan ke berbagai penjuru nusantara.
Siaran radio sampai dengan dekade 1980-an masih merupakan primadona khalayak. Pilihan media massa sampai dengan dekade tersebut selain radio, hanya media cetak dan media televisi serta film. Televisi juga terbatas pada siaran TVRI yang dimiliki oleh pemerintah. Harga pesawat telefisi yang masih mahal pada masa tersebut juga menyebabkan penetrasi televisi tidak begitu kuat pada khalayak. Radio, dengan harganya yang terjangkau, menjadi pilihan khalayak.
Pada mas Orde Baru, semua stasiun penyiaran radio wajib me-realy siaran berita RRI yang pada masa tersebut menjadi stasiun radio milik pemerintah. Radio swasta tidak diperkenankan untuk menyiarkan siaran berita. Format siaran radio swasta pad masa tersebut umumnya adalah musik, komedi dan sandiwara radio. Walaupun demikian, era tersebut, terutama pada era 1950-an sampai dengan 1970-an, RRI menjadi primadona bagi khalayak di Indonesia (Khalasi,2007:33). Karena pada masa itu televisi belum menyita perhatian khalayak karena siaran TVRI yang masih terbatas, dan radio swasta juga belum mampu untuk menyaingi keberadaan RRI.

Melihat dari sejarah dan perkembangan Radio di Indonesia hingga saat ini, Radio RRI masih bertahan dan selalu mengudara untuk memberikan informasi kepada khlayak. Dan seiring perkambangan jaman (Interner) kini telah hadir radio yang dapat kita dengarkan dan kita lihat secara streaming. Ini merupakan sebuah inovasi yang sangat tepat agat radio tetap mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dalam menyajikan sebuah informasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MOD vaping harga 500-700 Ribuan yang bagus dan berkualitas

 MOD Vape kisaran harga 500-700 yang bagus dan berkualitas Sebelumnya saya juga sudah membahas tentang MOD yang murah dan berkulitas untu...